بسم الله
الرحمن الرحيم الحمد لله رب
العالمين والصلاة والسلام على من اسرى الله به ليلا من
المسجد الحرام الى المسجد
الاقصى, سيدنا محمد المصطفى والمجتبى, وعلى اله وصحبه
اهل التقى والوفى….
Di antara amaliyah Ummat Islam khususnya kalangan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
adalah membaca sholawat atas Nabi –shollallohu ‘alaihi wasallam- dengan
bermacam redaksi. Dan diantara redaksi sholawat yang paling masyhur di kalangan ASWAJA khusunya
Nahdliyyin di Indonesia adalah Shalawat Nariyah.
Shalawat Nariyah bukan Syirik
Namun belakangan ini para pengamal shalawat
tersebut (juga shalawat yang lain) mendapat tuduhan dan stigma negative oleh
sebagian kelompok yang kami anggap kurang atau bahkan sama sekali tidak
memahami persoalan. Dan yang terbaru adalah apa yang menjadi konten tayangan
Trans 7 yang bertajuk Khazanah. Bid’ah dan Syirik adalah label yang mereka
sematkan kepada beberapa redaksi sholawat. Sungguh berbagai upaya Tabayyun
telah diusahakan oleh para ahlinya, namun telinga dan mata hati mereka seakan
telah tertutup tebalnya tembok doktrin yang tidak berdasar.
Namun demikian, kami berharap tulisan sederhana
dari al faqir yang mencintai kedamian ini menjadi sumbangsih kami demi
terciptanya ukhuwah dan perdamian… Semoga Alloh berkenan memberikan taufiq dan
hidayah-Nya kepada kita semua…
ألّلهُمَّ
صَلِّ صَلَاةً كَامِلَةً
وَسَلِّمْ سَلَامًا تَامًّا عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدِنِالَّذِى تَنْحَلُّ
بِهِ الْعُقَدُ وَتَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ وَتُقْضَى
بِهِ
الْحَوَائِجُ وَتُنَالُ بِهِ
الرَّغَائِبُ وَحُسْنُ الْخَوَاتِمِ وَيُسْتَسْقَى
الْغَمَامُ بِوَجْهِهِ
الْكَرِيْمِ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ فِي كُلِّ لَمْحَةٍ
وَنَفَسٍ بِعَدَدِ كُلِّ
مَعْلُوْمٍ لَكَ
“ Ya Allah… Curahkanlah limpahan shalawat
(rahmat) dan salam yang sempurna atas junjungan kami Muhammad, yang
dengannya terlepas banyak ikatan, terbuka banyak kesulitan, terpenuhi banyak
hajat, tercapai banyak keinginan, tergapai Husnul Khotimah, dan berkat wajahnya
nan mulia hujan diturunkan, juga atas keluarga dan para sahabatnya, disetiap
kedipan mata dan hembusan nafas, sebanyak segala yang diketahui oleh-Mu “
Demikian kurang lebih redaksi Shalawat Nariyah
yang sering dituduh sebagai Shalawat “Syirik”. Tulisan kami kali ini tidak
menjelaskan sholawat Nariyah dari sudut pandang Bid’ah, mengingat sudah banyak
yang menjelaskan tentang redaksi Shalawat Ghoiru Ma’tsur semisal redaksi
sholawatnya Sayyidina Ali, Ibn Mas’ud, Imam Hasan Al Bishri, Al Ghozali dan
yang lain.
Disini kami ingin membuktikan bahwa shalawat
Nariyah sama sekali tidak mengandung unsur “Syirik”.
Pertama: Sholawat, apapun redaksinya selama
substansi dan nilai dasar dari sholawat tersebut adalah Memohon Rohmat dan
Salam kepada Allah untuk Nabi Muhammad – shollallohu ‘alaihi wasallam- , tidak akan
mengandung syirik.
Coba anda perhatikan redaksi shalawat berikut :
ألّلهُمَّ
صَلِّ صَلَاةً كَامِلَةً
وَسَلِّمْ سَلَامًا تَامًّا عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ
“ Ya Alloh.. Curahkanlah limpahan sholawat
(rahmat) dan salam yang sempurna atas junjungan kami Muhammad”.
Dalam redaksi shalawat tersebut (juga
sholawat-sholawat yang lain) kita dapati setidaknya empat rukun:
1. Alloh Al Quddus : Dzat Yang
dimohon untuk memberikan rahmat dan salam
2. Sholawat (Rahmat) dan Salam : Obyek perkara
yang dimohon
3. Nabi Muhammad : Yang
dimohonkan untuknya
4. Musholli ‘alan Nabi : Orang yang memohon
rahmat dan salam
Dengan demikian, apapun redaksi sholawat akan
dengan proporsional menempatkan Allah sebagai Dzat yang dimohon dan menempatkan
Rosululloh sebagai makhluk yang dimohonkan rohmat dan salam untuknya. Sehingga
orang yang bersholawat tidak akan pernah menyamakan Rosululloh dengan Robbnya
yakni Alloh –subhanahu wa ta’ala-, inilah salah satu dari hikmah perintah
membaca sholawat dan salam atas Rosululloh, yakni menghindarkan ummat Islam terjatuh dalam
kesalahan ummat Nabi Isa –‘alaihis salam-.
Kedua : Tentang pujian-pujian kepada Rasulullah
–shollallohu ‘alaihi wasallam- yang mengiringi sholawat Nariyah, adakah
pujian-pujian tersebut yang mengandung unsur “syirik” ?
Mari kita buktikan bersama :
a. Redaksi yang berbunyi :
الَّذِى
تَنْحَلُّ بِهِ الْعُقَدُ
وَتَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ
“yang dengannya terlepas banyak ikatan, terbuka
banyak kesulitan”. Adalah Imam Al Hakim dalam Al Mustadroknya dan Imam At
Tirmidzi dalam As Sunan-nya meriwayatkan sebuah hadits tentang lelaki buta yang
mengadu kepada Rosululloh :
يَارَسُولَ اللهِ إِنَّهُ لَيْسَ لِي قَائِدٌ وَقَدْ
شَقَّ عليَّ ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ
:اِئْتِ الْمِيْضأةَ
فَتَوَضَّأْ ثُمَّ صَلِّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ قَالَ اللَّهُمَّ
إِنِّي أَسْأَلُكَ
وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ يَا
مُحَمَّدُ إِنِّي أَتَوَجَّهُ
بِكَ إِلَى رَبِّكَ فَيُجْلِي لِي عَنْ بَصَرِي ،
اللَّهُمَّ شَفِّعْهُ فِيَّ
وَشَفِّعْنِي فِي نَفْسِي ، قَالَ عُثْمَانُ :
فَوَاللهِ مَا تَفَرَّقْنَا
وَلَا طَالَ بِنَا الْحَدِيْثُ حَتَّى
دَخَلَ الرَّجُلُ وَكَأَنَّهُ
لَمْ يَكُنْ بِهِ ضَرَرٌ
“Ya Rosulalloh, sungguh saya tidak memiliki
penuntun dan saya merasa berat,” kata laki-laki buta tersebut. Kemudian
Rosululloh memerintahkan : “Pergilah ke tempat wudhu dan berwu-dhulah, kemudian
sholatlah dua roakaat.”
Selanjutnya laki-laki tersebut berdo’a : “Ya
Alloh, sungguh saya memohon kepada-Mu dan bertawassul kepada-Mu dengan Nabi-Mu Muhammad, Nabi rohmat. Wahai Muhammad saya
bertawassul denganmu kepada Tuhanmu agar Dia menyembuhkan pandanganku. Ya
Alloh, terimalah syafa’atnya untukku dan terimalah syafaatku untuk diriku.”
Utsman (yang meriwayatkan hadits) berkata :
“Maka demi Alloh, kami belum bubar dan belum lama obrolan selesai, sampai
lelaki buta itu masuk seolah ia belum pernah mengalami kebutaan.” Imam Al Hakim
meriwayatkan hadits diatas dalam Al Mustadrok, dan beliau berkata bahwa hadits
tersebut shohih, sedang Imam At Tirmidzi menilai hadits diatas sebagai hadits
hasan shohih yang ghorib.
Abu Ya’la dalam Al Musnad-nya meriwayatkan
sebuah hadits tentang Qotadah :
أَنَّ قَتَادَةَ بْنَ
النُّعْمَانِ أُصِيْبَتْ
عَيْنُهُ يَوْمَ
بَدْرٍ فَسَالَتْ حَدْقَتُهُ
عَلَى وَجْنَتِهِ فَأَرَادُوْا أَنْ يَقْطَعُوْهَا
فَسَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : لَا : فَدَعَا بِهِ
فَغَمَزَ حَدْقَتَهُ
بِرَاحَتِهِ فَكَانَ لَا يُدْرَى أَيُّ عَيْنِهِ أُصِيْبَتْ
Bahwa Qotadah ibnu an Nu’man mengalami
kecelakakaan pada matanya sewaktu perang badar hingga kornea matannya keluar ke
pipinya. Para sahabat hendak memutus kornea mata tersebut. Lalu Qotadah
bertanya kepada Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam. “Jangan !“ kata Rosululloh.
Kemudian Rosululloh meletakkan telapak tangan beliau pada kornea mata Qotadah,
lalu menekan masuk. Selanjutnya tidak diketahui mata yang mana yang pernah
mengalami kecelakaan. (HR, Abu Ya’la)
Adakah redaksi sholawat tersebut mengandung
unsur syirik, sedang faktanya sebagaimana yang anda saksikan dalam
hadits-hadits di atas yang tentunya masih banyak fakta-fakta lain ? Terlebih
Rasulullah Saw sendiri mencanangkan dalam sabdanya yang mulia :
وَمَنْ
فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ
كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ
يَوْمِ الْقِيَامَةِ
“Dan barangsiapa membebaskan saudaranya muslim
dari kesulitan, maka Allah akan membebaskan kesulitannya dari
kesulitan-kesulitan hari kiamat”. (Muttafaq ‘Alaih)
Maka pertanyaannya adalah : Musyrik-kah kami dan
orang-orang yang memuji Nabi Muhammad Saw sebagai makhluk “yang dengannya dilepaskan
segala ikatan dan dibebaskan segala kesulitan…? ”
b. Redaksi selanjutnya berbunyi :
وَتُقْضَى
بِهِ الْحَوَائِجُ وَتُنَالُ
بِهِ الرَّغَائِبُ
terpenuhi banyak hajat, tercapai banyak
keinginan, Imam Al Bukhori meriwayatkan sebuah hadits tentang Rosululloh yang
mengabulkan keinginan Abu Huroiroh :
يَا
رَسُولَ اللهِ إِنِّي أَسْمَعُ
مِنْكَ حَدِيثًا كَثِيرًا أَنْسَاهُ قَالَ
ابْسُطْ رِدَاءَكَ
فَبَسَطْتُهُ قَالَ فَغَرَفَ بِيَدَيْهِ ثُمَّ قَالَ ضُمَّهُ
فَضَمَمْتُهُ فَمَا نَسِيتُ
شَيْئًا بَعْدَهُ
“Wahai Rosululloh, saya mendengar banyak hadits
darimu namun saya lupa. Saya ingin lupa ini hilang,” Abu Huroiroh mengadu.
“Bentangkan selendangmu,” perintah beliau.
Lalu Abu Huroiroh membentangkan selendangnya dan
Nabi mengambil udara dengan tangannya dan meletakkannya pada selendang tersebut
kemudian bersabda, “Lipatlah selendangmu!”
Lalu Abu Huroiroh melipat selendangnya. “Sesudah
peristiwa itu saya tidak pernah
mengalami lupa,” ucap Abu Huroiroh. (HR. Al
Bukhori)
Perhatikan fakta bahwa Rasulullah Saw
mengabulkan keinginan Abu Huroiroh, dan tentunya masih banyak fakta-fakta lain
yang menunjukkan bahwa Rasulullah Saw sering mengabulkan keinginan para
sahabatnya, terlebih jika kita memperhatikan hadits-hadits berikut :
وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ
أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ
“Barangsiapa memenuhi kebutuhan saudaranya maka
Allah akan memenuhi kebutuhannya.”(HR. Al Bukhori / Muslim.)
وَاللهُ فِي عَوْنِ
الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ
فِي عَوْنِ أَخِيهِ
“Allah senantiasa membantu seorang hamba
sepanjang ia selalu membantu saudaranya.” (HR. Muslim, Abu Dawud dan yang
lain.)
Maka di manakah redaksi shalawat yang memuji
Nabi sebagai makhluk “yang dengannya terpenuhi banyak hajat, tercapai banyak
keinginan,” dianggap syirik …?
c. Redaksi selanjutnya berbunyi :
وَحُسْنُ
الْخَوَاتِمِ
“tergapai Husnul Khotimah”, adakah yang salah
dari redaksi sholawat tersebut ? Sedang faktanya adalah Bahwa Umar Ibn Khotthob
–rodhiyallohu ‘anhu- yang sebelumnya sangat membenci Islam kemudian masuk islam berkat do’a
Nabi ? juga Tsumamah serta para sahabat yang lain yang masuk Islam berkat akhlak
mulia Rasulullah Saw?
d. Redaksi selanjutnya berbunyi :
وَيُسْتَسْقَى
الْغَمَامُ بِوَجْهِهِ
الْكَرِيْمِ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ فِي كُلِّ لَمْحَةٍ
وَنَفَسٍ بِعَدَدِ كُلِّ
مَعْلُوْمٍ لَكَ
“dan berkat wajahnya nan mulia hujan diturunkan,
juga atas keluarga dan para sahabatnya, disetiap kedipan mata dan hembusan
nafas, sebanyak segala yang diketahui oleh-Mu,” kepada semua yang menganggap
syirik redaksi sholawat tersebut, perhatikanlah fakta berikut :
فَهَذَا
أَعْرَاِبّي يُنَادِيْهِ
وَرَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمٌ
يَخْطُبُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ
وَيَقُوْلُ : يَا رَسُولَ اللهِ هَلَكَتْ
الْأَمْوَالُ وَانْقَطَعْتِ
السُّبُلُ فَادْعُ اللهَ أَنْ يُغِيثَنَا فَدَعَا
اللهَ وَجَاءَ الْمَطَرُ إِلَى
الْجُمْعَةِ الثَّانِيَةِ ، فَجَاءَ وَقَالَ : يَا
رَسُوْلَ اللهِ تَهَدَّمَتِ
الْبُيُوْتُ وَتَقَطَّعَتِ السُّبُلُ وَهَلَكَتِ
الْمَوَاشِي
.. يَعْنِي مِنْ
كَثْرَةِ الْمَطَرِ فَدَعَا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَانْجَابَ
السَّحَابُ وَصَارَ الْمَطَرُ
حَوْلَ الْمَدِيْنَةِ
Seorang A’rabi memanggil Rosululloh saat
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam berkhutbah pada hari Jum’at ; “Wahai
Rosululloh, harta benda rusak parah dan jalan-jalan terputus. Berdo’alah engkau
kepada Allah agar Dia menurunkan hujan.”Beliau kemudian berdo’a dan turunlah
hujan hingga jum’ah kedua. Berikutnya A’robi tadi datang lagi kepada beliau.
“Wahai Rosululloh, rumah-rumah roboh, jalan-jalan terputus, dan
binatang-binatang ternak mati…” yakni karena derasnya hujan. Akhirnya beliau
shollallohu ‘alaihi wasallam berdo’a dan mendung pun hilang. Hujan terjadi di
sekitar Madinah.” (HR. Bukhori, Muslim, dan yang lain).
Selanjutnya Imam Al Bukhori juga meriwayatkan
hadits dalam shohihnya dengan sanad bersambung hingga Abdulloh Ibn Umar :
وَقَالَ عُمَرُ بْنُ
حَمْزَةَ حَدَّثَنَا سَالِمٌ
عَنْ أَبِيهِ رُبَّمَا ذَكَرْتُ قَوْلَ الشَّاعِرِ وَأَنَا
أَنْظُرُ إِلَى وَجْهِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَسْقِي
فَمَا يَنْزِلُ حَتَّى يَجِيشَ
كُلُّ مِيزَابٍ* وَأَبْيَضَ يُسْتَسْقَى الْغَمَامُ
بِوَجْهِهِ* ثِمَالُ
الْيَتَامَى عِصْمَةٌ لِلْأَرَامِلِ
Umar bin Hamzah berkata, Salim telah
menceritakan padaku dari ayahnya: “Kadang aku mengingat seorang penyair seraya
kupandang wajah Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam yang sedang memohon hujan.
Maka beliau tidak turun sampai talang mengalir airnya.” Rambut yang memutih
(menyaksikan); mendung diminta menurunkan hujan dengan wajahnya…. dialah
penyantun anak-anak yatim juga pelindung para janda…. (HR. Bukhori)
Jika pujian yang berbunyi “Wa Yustasqol Ghomaamu
Biwajhihil Kariim” (dan berkat wajahnya nan mulia hujan diturunkan) dianggap
syirik, maka adakah Abdulloh Ibnu Umar yang menyitir syiir tersebut telah
musyrik …?
أَفَنَجْعَلُ
الْمُسْلِمِينَ
كَالْمُجْرِمِينَ مَا لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ
“Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama
dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)? Atau adakah kalian (berbuat
demikian): bagaimana kalian mengambil keputusan (menghukumi)…?”
Wallohu a’lam….
Sumber : ngaji.web.id
0 comments:
Post a Comment