Rembang, NU Online
Mustasyar PBNU KH Maimoen Zubair mengatakan, kemerdekaan Indonesia diraih tidak mudah. Harus melalui perjuangan yang panjang. Menurutnya, umat Islam punya peran penting dalam perjuangan kemerdekaan melalui resolusi jihad yang dikeluarkan oleh para kiai sepuh.
"Bulan Ramadhan punya arti penting bagi bangsa Indonesia. Kebangkitan Nasional pada 1908 terjadi saat Ramadan. Demikian pula momen Sumpah Pemuda tahun 1928. Proklamasi kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945, juga bertepatan dengan hari kedelapan bulan Ramadan," katanya pada taushiyah Safari Ramadan Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang berlangsung di rumah KH Mustofa Bisri di lingkungan Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Kelurahan Leteh, Rembang, Selasa (6/6) sore.
Pengasuh Pondok Pesantren Al Anwar Sarang tersebut menegaskan Indonesia harus mempertahankan konsep negara kesatuan yang berasaskan Pancasila seperti sekarang ini.
Menurutnya, masa kekhalifahan sudah habis dengan berakhirnya era Khulafaur Rasyidin, dimulai Abu Bakar hingga Ali bin Abi Thalib.
"Masa kekhalifahan sudah habis. Untuk Indonesia, konsep kenegaraan yang cocok adalah seperti sekarang ini. Kemerdekaan Indonesia menjadi inspirasi bagi negara-negara di belahan dunia lain. Terbukti dengan digelarnya Konferensi Asia Afrika I di Bandung," beber kiai akrab disapa Mbah Moen sebagaimana ditulis Tribun Jateng.
Saking cintanya kepada Indonesia dan Pancasila, Mbah Moen mengaku di kediamannya memajang lambang nasional burung garuda di tempat yang tinggi. Oleh sebagian kalangan, ia dinilai sebagai kiai yang aneh.
"Biarlah saya dianggap kiai yang aneh," tutur Mbah Moen.
Kiai sepuh ini bercerita, semasa ibu kota Indonesia pindah ke Yogyakarta, Presiden Soekarno pernah bertandang ke Rembang. Dalam kesempatan itu, sang proklamator menyitir sebuah ayat Al-Qur’an dalam Surat Ar Rum.
"Saya masih ingat, beliau meyakini proses kemerdekaan Indonesia layaknya perjuangan Nabi Muhammad yang tengah berada di tengah peperangan besar," paparnya.
Mbah Moen menandaskan Islam tak boleh dimonopoli oleh suatu bangsa.
"Pada zaman Nabi, yang membesarkan Islam bukan hanya bangsa Arab. Panglima perang yang tangguh kala itu, Salman Alfarisi, berasal dari bangsa Persia," tuturnya.
Dalam mengatasi perpecahan di Indonesia, Mbah Moen berpesan agar para elite nasional lebih dulu bersatu. Jika yang berada di level atas sudah bersatu, yang ada di tataran bawah atau akarrumput juga mudah disatukan. (Red: Abdullah Alawi)
0 comments:
Post a Comment