![]() |
Makna Uban di Kepala Menurut Sayyid Abdullah al-Haddad |
Umat zaman sekarang pada umumnya mulai tumbuh rambut putih atau
uban di kepala pada usia sekitar 40 tahun. Diceritakan oleh Allamah
Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad bahwa orang pertama yang mengalami
tumbuh uban di kepala adalah Nabi Ibrahim 'alaihissalam. Dalam kitabnya berjudul Sabîlul Iddikâr wal I’tibâr bimâ Yamurru bil Insân wa Yanqadhi Lahu minal A’mar
(Dar Al-Hawi, Cet. II, 1998, hal. 43), Sayyid Abdullah Al-Haddad
menjelaskan bahwa uban memiliki makna sebagai pengingat sebagaimana
uraian berikut ini:
والشيب
مُذَكِّرٌ، أي مذكر بقرب الأجل، وَطَيِّ بساط الأمل، وَمُؤْذِنٌ بقرب
الرحيل، وسرعة التحويل. ويقال: الشيب مظنة الأجل، وطريدة الأمل ويقال أيضا:
ما أقبح غشيان اللَّمَم إذا ألم الشيب باللِّمَم
Artinya:
“Rambut uban itu merupakan pengingat akan dekatnya ajal, tertutupnya
jalan cita-cita dan angan-angan. Ia juga menandakan masa ‘berangkat’
sudah dekat, dan tidak lama lagi akan berpindah. Ada pula yang
mengatakan bahwa rambut uban merupakan pertanda tibanya ajal dan
penghapus cita-cita. Sebuah pepatah mengatakan ‘Alangkah buruknya
perbuatan dosa betapa pun kecilnya bila rambut telah mulai beruban.’
Dari kutipan di atas dapat diuraikan hal-hal sebagai berikut:
Pertama,
tumbuhnya uban di kepala karena faktor usia merupakan isyarat bahwa
dengan bertambahnya umur sesungguhnya saat ajal sudah bergerak mendekat
meski hal ini tidak berarti seseorang akan segera meninggal dunia. Bisa
jadi saat kematian masih relatif lama.
Hal
yang perlu diketahui oleh seseorang yang sudah mulai tumbuh uban di
kepalanya adalah bahwa uban itu sesungguhnya merupakan “nur” atau cahaya
baginya sebagaimana disebutkan dalan hadits Rasulullah SAW sebagai
berikut:
من شاب شيبة في الإسلام كانت له نورا
Artinya: “Berubahnya rambut seorang Muslim merupakan cahaya baginya.” (HR. Tirmidzi dan Nasa-i)
Cahaya itu diharapkan akan menjadi obor dalam kehidupannya menuju saat-saat kembali kepada Sang Pencipta.
Kedua,
sejak seseorang menyadari bahwa uban telah tumbuh di kepalanya, maka
sebaiknya ia tidak lagi terbuai mimpi-mimpi duniawi yang berkepanjangan.
Justru seharusnya ia mulai menata dan memantapkan diri dengan cita-cita
ukhrawi, seperti bagaimana agar semakin hari bisa semakin istiqamah
dalam beribadah kepada Allah SWT. Tidak ada cita-cita yang lebih luhur
melebihi cita-cita meraih husnul khatimah.
Ketiga,
tumbuhnya uban di kepala menandakan masa “berangkat” sudah dekat. Apa
yang dimaksud dengan “berangkat” adalah mulainya perjalanan menuju fase
kehidupan berikutnya, yakni kehidupan di alam barzakh. Alam ini dimulai
sejak ajal seseorang tiba lalu dibaringkan di dalam kubur hingga
dibangkitkan dengan tiupan sangkakala. Alam barzakh merupakan alam
perpindahan atau transisi antara dunia dan akhirat.
Keempat, dosa sekecil apa pun sangat buruk ketika rambut telah memutih sebagaimana bunyi pepatah Arab:
ما أقبح غشيان الَّلمَم إذا ألم الشيب باللِّمَم
Artinya: “Alangkah buruknya perbuatan dosa betapa pun kecilnya bila rambut telah mulai beruban.”
Pepatah
ini sangat penting diperhatikan oleh siapa saja yang sudah tumbuh uban
di kepala agar jangan sampai mengalami apa yang disebut tua-tua
keladi–makin tua makin menjadi-–jadi, sebab hal ini secara akhlak sangat
buruk.
Jadi uban di kepala bukan sekedar
fenomena biologis biasa yang akan dialami manusia pada umumnya dalam
kehidupannya, tetapi di balik itu merupakan isyarat teologis agar
seseorang mulai menghindari sebanyak mungkin dosa-dosa kecil apalagi
dosa besar. Oleh karena sedemikian penting makna uban di kepala, maka
tidak selayaknya rambut putih itu sengaja dipadamkan cahayanya dengan
mengembalikannya ke warna asli–hitam–bagi umumnya orang-orang Asia
termasuk Indonesia.
Sehubungan dengan itu
Sayyid Abdullah Al-Haddad lebih lanjut menjelaskan dalam kitab yang sama
pada halaman 44 sebagai berikut:
ويستحب تغيير الشيب و خضابه: إما بالصفرة، وإما بالحمرة، ويحرم بالسواد إلا لمجاهد في سبيل الله، إرهابا للكفار، وتهييبا لهم.
Artinya:
“Mengubah warna uban dengan warna kuning atau merah itu mustahab
(disukai), tetapi mengubahnya dengan warna hitam adalah haram kecuali
bagi mujahid (orang yang sedang berperang) di jalan Allah sebagai
strategi untuk mempertakuti orang-orang kafir.”
Dari
seluruh uraian di atas dapat disimpulkan bahwa berubannya rambut
seorang Muslim secara normal ketika sudah mencapai usia tertentu
memiliki makna teologis sebagai pengingat bahwa saat ajal sesungguhnya
sudah bergerak mendekat. Rambut putih itu sekaligus merupakan cahaya
yang diharapakan akan menjadi obor dalam perjalanan pulang kepada Sang
Pencipta. Tidak selayaknya cahaya itu dipadamkan untuk tujuan-tujuan
duniawi. Maka siapa pun ketika rambutnya telah memutih sebaiknya mulai
menata dan memantapkan diri secara istiqamah meraih cita-cita luhur
akhir hidup yang husnul khatimah.
Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta.
SUMBER NU ONLINE
SUMBER NU ONLINE
0 comments:
Post a Comment